Selasa, 30 Agustus 2016

waktu proses konseling berakhir

Bab I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang
Dalam proses konseling, empat langkah yang tidak boleh ditinggalkan dan diabaikan (harus dilakukan) oleh seorang konselor adalah menjalin hubungan dengan konseli, penilaian terhadap masalah yang terjadi pada konseli (assesmen), pengembangan instrument/penggunaan tehnik-tehnik konseling dan mengakhiri konseling (terminasi). Dikatakan bahwa, "Membina hubungan dalam proses konseling sangatlah penting sebagai langkah awal". Dikatakan juga bahwa, "Diantara tujuan assesmen adalah memungkinkan konselor membuat diagnosis yang akurat". Dikatakan juga bahwa, "Sebagai bagian dari assesmen perlu untuk ditetapkan apa yang akan menjadi sasaran konseling dan sesuai dengan sasaran tersebut, bagaimana strategi dan terminasinya".
            Namun dalam kenyataannya, proses konseling tidak semulus yang diharapkan sesuai dengan keinginan konselor dan konseli. Dalam contoh kasus proses konseling yang kurang berhasil, perlu diadakan rencana tindak lanjut untuk mencapai harapan tersebut.
Dalam makalah ini kami akan sajikan pembahasan tentang cara mengakhiri konseling, menilai hasil dan proses konseling.

B.     Identifikasi masalah
1.            Apa yang fungsi dari proses konseling?
2.            Bagaimana cara menindak lanjuti konseling ?
3.            Bagaimana cara mengakhiri proses konseling?

C.     Rumusan Masalah
1.      Penjelasan mengenai fungsi konseling
2.      Mengetahui tindak lanjut konseling
3.      Dan mengetahui cara mengakhiri proses konseling

D.     Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah mengenai waktu proses konseling berakhir disini ialah untuk mengetahui cara mengakhiri proses konseling berakhir dengan baik melalui berbagai cara yang ada secara lebih rinci, dan memahami setiap penbahasannya.
E.     Sistematika Penulisan
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan
E. Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
A.    Fungsi Dari Mengakhiri Konseling
1.      Waktu Mengakhiri Konseling
2.      Masalah Masalah Dalam Mengakhiri Konseling
3.      Resistensi dalam Mengakhiri Konseling
4.      Mengakhiri Konseling Sebelum Waktunya
5.      Masalah Berkaitan Dengan Pengakhiran Proses Konseling
B.     Proses Konseling
1.      Tahap-Tahap Konseling
C.     Tahap atau Tindak Lanjut Layanan BK
D.    Kegiatan Pendukung


BAB III PENUTUP
A.    Simpulan
      Daftar Pustaka
















Bab II
Pembahasan

A.    FUNGSI DARI MENGAKHIRI KONSELING
Penutupan proses konseling memiliki beberapa fungsi, yaitu:
    1. menjadi tanda bahwa proses sudah selesai dan sekaligus menjadi motivator bagi klien untuk keluar dari masalahnya dan berubah menjadi lebih baik.  Kesadaran klien dan konselor bahwa proses konseling dibatasi waktu dapat membuat mereka harus memanfaatkan waktu lebih baik dan menjalani proses yang efektif.
    2. Pengakhiran proses konseling juga bermakna pemeliharaan perubahan yang sudah dicapai dan menggeneralisasikan ketrampilan pemecahan masalah yang sudah diperoleh klien dari proses konseling.  Proses konseling yang berhasil ditandai dengan perubahan yang signifikan pada bagaimana klien berpikir, perasaannya, dan juga tindakannya. Apa yang sudah dicapai di konseling harus ditransfer dalam kehidupan nyata sehari-hari di luar konseling dan mengakhiri konseling berarti memberi kesempatan kepada klien untuk mempraktekkan apa yang sudah diperolehnya ke dalam kehidupan nyata.
c.       Menjadi pengingat bahwa klien sudah matang. Ketika berada dalam proses konseling, hidup klien seolah-olah sedang terganggu dengan masalah-masalah pribadi dan dalam hubungannya dengan lingkungan sekitarnya. Ketika proses konseling diakhiri, disamping menawarkan ketrampilan baru dan sudut pandang baru, klien diharapkan juga menyadari bahwa kini dia punya kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah dan situasi eksternal yang dia hadapi. Insight dan kemampuan ini disimpannya dalam ingatan dan sewaktu-waktu dapat digunakan jika dibutuhkan.
1.      WAKTU MENGAKHIRI KONSELING
Tidak ada batasan tegas kapan konseling harus atau bisa diakhiri, namun beberapa pertanyaan berikut dapat menjadi panduan kapan proses dapat diakhiri:
    1. Apakah klien sudah mencapai tujuan yang ada dalam kontrak dalam aspek kognitif, afektif, dan perilaku? Jika sudah maka dapat diakhiri.
    2. Apakah klien dapat secara konkret menunjukkan kemajuan yang sudah mereka buat seperti yang mereka inginkan? Dalam situasi ini, kemajuan yang spesifik dapat menjadi dasar pengambilan keputusan untuk mengakhiri proses.
    3. Apakah proses konseling yang berjalan dapat mebantu klien? Jika konselor atau klien merasa bahwa proses konseling tidak membantu sebaiknya diakhiri.
    4. Apakah konteks ketika konseling dimulai berubah? Misalnya, konselor atau klien pindah tempat tinggal atau sakit yang cukup lama, maka sebaiknya diakhiri saja prosesnya.
2.      MASALAH-MASALAH DALAM MENGAKHIRI KONSELING
    1. Mengakhiri sesi individual
Pada pertemuan awal harus didefinisikan dengan jelas batas waktu dalam proses konseling.  Konseling individual per sesi berkisar antara 45 sampai 50 menit, untuk menyesuaikan kemampuan konsentrasi klien-konselor. Jika terlalu pendek atau terlalu panjang tidak efektif.  Konselor dapat menutup pembicaraan dengan berbagai cara, mis. dengan pernyataan singkat bahwa waktu sudah habis. Perlu diperhatikan, menjelang akhir sesi konselor sebaiknya membuat ringkasan apa yang terjadi selama satu sesi untuk mengantarkan kepada penutupan sesi. Ringkasan harus singkat, langsung, dan tanpa interpretasi. Bagian penting dalam menutup sesi konseling individual adalah membuat rencana pertemuan berikutnya, baik waktu maupun materinya.
    1. Mengakhiri hubungan dalam proses konseling
Hubungan konseling berbeda-beda baik dalam panjangnya maupun tujuannya.  Konselor dan klien harus sepakat kapan proses konseling dapat diakhiri tepat waktu dan sudah cukup membantu. Secara umum, mereka masing-masing memberi pernyataan verbal tentang kesiapan mengakhiri proses. Misalnya, klien mengatakan bahwa dia sudah sangat banyak membuat kemajuan dan terbantu sehingga merasa cukup. Atau konselornya merasa bahwa untuk masalah klien ini sepertinya bantuannya sudah dirasa cukup.  Ada beberapa perilaku yang dapat menjadi tanda bahwa proses akan diakhiri, misalnya:  menurunnya intensitas dalam proses, lebih banyak humornya, peningkatan ke  mampuan coping yang konsisten, komitmen verbal untuk waktu yad, dan menurunnya penolakan, penarikan diri, kemarahan, rasa sedih, atau ketergantungan.
Maholick & Turner menunjukkan beberapa area spesifik yang harus diperhatikan ketika memutuskan untuk mengakhiri proses konseling, yaitu:
-          melihat apakah masalah atau gejala awal klien sudah berkurang atau hilang
-          kepastian bahwa tekanan/stress yang menganggu klien sudah berkurang atau belum
-          pengukuran kemampuan coping klien dan tingkat pemahaman diri dan orang lain
-          kepastian apakah klien sudah dapat menjalin hubungan dengan orang lain secara lebih baik dan dapat mencintai dan dicintai
-          kepastian apakah klien sudah mampu merencanakan dan bekerja secara produktif
-          evaluasi apakah klien dapat lebih menikmati hidup dengan lebih baik



3.      RESISTANSI DALAM MENGAKHIRI KONSELING
Penolakan untuk mengakhiri konseling mungkin datang dari klien atau konselor, dan biasanya terjadi jika konseling sudah terjadi cukup lama dan sudah terjalin hubungan yang akrab. Faktor lain yang memunculkan resistensi: luka karena kehilangan orang yang dicintai, kesepian, kesedihan mendalam, kebutuhan akan kebahagiaan, & ketakutan akan penolakan.
Pada klien penolakan untuk mengakhiri konseling dapat muncul dalam bentuk: 1) minta waktu tambahan tiap sesi; 2) minta pertemuan lagi meski tujuan sudah tercapai; 3) menyampaikan gejala lain yang berbeda dg masalah di awal konseling.
Pada konselor, terdapat 8 kondisi yang mungkin menyulitkan untuk mengakhiri konseling, yaitu: 1) jika akhir konseling berarti juga putusnya hubungan yang sudah dekat; 2) jika mengakhiri konseling memunculkan kecemasan konselor akan kemampuan klien untuk berfungsi secara mandiri; 3) jika konselor cemas bahwa apa yang sudah dilakukannya belum efektif; 4) jika konselor merasa kurang professional karena klien pergi dengan kemarahan dan mendadak; 5) jika akhir konseling menandakan berakhirnya pengalaman belajar konselor tentang sesuatu yang baru; 6) jika akhir konseling jadi akhir dari pengalaman menyenangkan bersama klien; 7) jika akhir konseling dilihat sebagai symbol perpisahan dengan orang lain; dan 8) jika akhir konseling memunculkan konflik2 individunya.
4.      MENGAKHIRI KONSELING SEBELUM WAKTUNYA
Proses konseling dapat dikatakan berakhir sebelum waktunya (premature) jika tujuan konseling belum tercapai namun klien tidak lagi bersedia melanjutkan proses. Hal ini dapat diukur dengan melihat jumlah sesi yang diikuti klien dan seberapa jauh tujuan personal klien dalam konseling sudah tercapai.  Jika jumlah sesi belum sesuai kontrak dan tujuan yang sudah dicapai belum sesuai dengan target yang ingin dicapai, maka pemutusan proses konseling dapat dikatakan premature. 
Tidak semua orang yang datang ke konselor siap untuk bekerja dalam proses konseling dan kesiapan mereka untuk melanjutkan hubungan pun berbeda-beda. Beberapa klien perlu mengakhiri konseling untuk beberapa tujuan yang tepat, yang tidak terkait dengan kompetensi dan profesionalitas konselor.  Terdapat banyak variable yang berperan dalam pemutusan proses konseling, dan konselor hanya dapat mengendalikan sedikit diantaranya. Beberapa hal berikut dapat digunakan untuk mencegah pemutusan hubungan konseling oleh klien sebelum waktunya:
v Membuat janji. Semakin teratur dan pendek jarak pertemuan semakin baik.
v Orientasi konseling. Semakin klien mengerti tentang tujuan dan proses yang dijalaninya maka akan semakin baik.
v Konsistensi konselor. Sebaiknya 1 klien tidak ditangani lebih dari 1 konselor.
v Mengingatkan motivasi klien ke konselor.  Media yang dapat digunakan: kartu, email, telpon, dll (dengan perjanjian dan ijin klien sebelumnya). Namun untuk di Indonesia hal ini masih jarang dilakukan konselor.
Kebalikan dari pemutusan konseling premature (oleh klien), pengakhiran konseling juga dapat dilakukan oleh konselor.  Alasan yang biasanya muncul: sakit, terjadi counter-transference, pindah tempat tinggal, perjalanan jauh dan lama, atau konselor merasa bahwa klien lebih baik ditangani konselor lain dengan beberapa alasan.  Yang perlu diperhatikan, dalam mempersiapkan pengakhiran proses konselor harus menyampaikan secara terbuka mengapa dia harus mengakhiri konseling, alasan yang tepat, apa yang akan mereka lakukan setelah itu, dan membiarkan klien memberi reaksi atas rencana tersebut. Rencana mentransfer ke konselor lain juga harus atas kesepakatan dengan klien.

5.      MASALAH BERKAITAN DENGAN PENGAKHIRAN PROSES KONSELING
  1. Follow-up è melihat seberapa jauh klien menindaklanjuti hasil konseling dalam kehidupannya, yang dilakukan konselor setelah proses konseling berakhir. Hal ini dapat dilakukan dalam jangka pendek (3-6 bulan setelah konseling) maupun  jangka panjang (setelah lewat 6 bulan).
  2. Referral (merujuk klien ke konselor lain)
Konselor tidak akan dapat membantu semua orang yang datang kepadanya.  Jika memang prosesnya tidak produktif, maka konselor dapat melihat kemungkinan untuk mengakhiri konseling atau merujuk klien ke konselor yang lain.  Beberapa alasan rujukan dapat dilakukan adalah:
Masalah klien tidak dikuasai konselor
Konselor tidak berpengalaman dalam area tertentu dan tidak punya ketrampilan untuk membantu klien, misalnya untuk kasus narkoba
Konselor tahu ahli lain yang menurut konselor lebih dapat membantu klien
Hubungan klien-konselor ‘mentok’ di awal proses konseling.

B.  Proses Konseling
Proses Konseling pada dasarnya merupakan proses perubahan perilaku individu dalam sistem. Individu dalam sistem mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui konseling.Tujuan yang ingin dicapai tersebut yaitu perubahan perilaku pada diri individu, baik dalam bentuk pandangan, sikap, sifat maupun keterampilan yang lebih memungkinkan individu dapat menerima, mewujudkan diri, mengembangkan diri, mencegah dan mampu mengatasi permasalahan secara optimal sebagai wujud dari individu yang memiliki pribadi mandiri.

Menurut Brammer (1979) Proses Konseling adalah peristiwa yang tengah berlangsung dan memberi makna bagi para peserta konseling tersebut (Konselor dan Klien).Berdasarkan pengertian Proses Konseling dari Brammer, sebenarnya Proses itu sendiri memiliki banyak definisi diantaranya :
1.      Proses memiliki pemahaman yang luas bahwa setiap aktifitas yang melibatkan perubahan dapat dideskripsikan sebagai sebuah proses.
2.      Proses digunakan pertama kali dalam literatur riset, yang merujuk kepada serangkaian faktor yang luas, yang mungkin saja dapat menghadirkan atau menghambat efek terapeutik terhadap klien.
3.      Proses sebagian besar ditemukan dalam perspektif humanistik terapi. Definisi ini menandai proses sebagai kualitas esensial manusia untuk “ada” dan “menjadi” (being and becoming).
4.      Proses terkadang digunakan oleh konselor dan psikoterapis, mendeskripsikan cara klien yang sedang berada dalam terapi untuk memahami atau mengasimilasi pengalaman sulit dalam hidup mereka.
Sedangkan konseling adalah pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara secara face to face oleh seorang ahli (Konselor) kepada individu (Klien) yang sedang mengalami suatu masalah atau hambatan dalam perkembangannya dengan tujuan agar individu tersebut dapat mencapai kehidupan yang lebih baik.
Dari pengertian kata proses dan konseling tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa proses konseling adalah suatu aktifitas pemberian nasihatatauberupaanjuran-anjuran/saran-saran dalam bentuk pembicaraan atau wawancara antara konselor dan klien dengan beberapa tahapan sesuai dengan metode metode konseling agar meningkatkan pemahaman yang lebih baik dan jalan keluar mengenai masalah klien tersebut.
Dalam Proses Konseling terdapat beberapa komponen yang harus dipandang sebagai suatu sistem.Maksudnya konselor harus berpikir secara sistemik dalam memperhatikan hubungan komponen-komponen yang terkait dengan kebutuhan yang dibawa oleh individu dalam konseling (individual ataupun kelompok), baik yang terfokus pada pengembangan pribadi, pencegahan, dan pengatasan masalah. Dengan cara demikian memungkinkan konselor bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu siswa melalui layanan konseling.
Kompoen-komponen yang terkadung dalam konseling sebagai suatu sistem harus dikaji secara khusus dan mendalam. Melalui pengkajian, konselor akan memperoleh pemahaman terhadap setiap komponen yang terkandung dalam konseling.
Proses konseling mengacu kepada konselor dan klien yang bekerjasama atas dasar beberapa kebutuhan, masalah, dan atas dasar tujuan tertentu, dengan memanfaatkan program yang telah ditetapkan, norma yang disepakati sarana yang tersedia, melalui tahap permulaan, tahap kegiatan, dan tahap akhir.Proses konseling dimonitor dan dievaluasi sejak awal sampai akhir konseling, sehingga merupakan suatu proses yang berkelanjutan.
1.      Tahap-tahap Konseling
Cormier & Hackey (dalam Gibson & Mitchell, 1995:143) mengidentifikasi empat tahapan proses konseling yakni membangun hubungan, identifikasi masalah dan eksplorasi, perencanaan pemecahan masalah, aplikasi solusi dan pengakhiran. Sedangkan Prayitno (1998:24) menyebutkan bahwa ada lima tahap proses konseling yakni pengantaran, penjajagan, penafsiran, pembinaan dan penilaian. Soli Abimanyu dan M. Thayeb Manrihu (1996) mengklasifikasikan konseling perorangan kepada lima tahap yang diawali dari pengembangan tata formasi dan iklim hubungan konseling awal, eksplorasi masalah, mempersonalisasi, mengembangkan inisiatif, mengakhiri dan menilai konseling.

Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas, terdapat kesamaan pentahapan dalam konseling.Dapat disimpulkan bahwa proses konseling dilakukan dalam lima tahap yakni :
a.       Tahap Pengantaran
Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien.Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.Memperjelas dan mendefinisikan masalah..Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
b.      Penjajagan dan penafsiran,
Membuat penafsiran dan perjajagan.Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, Menegosiasikan kontrak.
c.       Pembinaan.
Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.Hal ini bisa terjadi jika : Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau wawancara konseling, serta menampakKan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.
d.      Penilaian.
1)      Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
2)      Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
3)      Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
4)      Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ;
a.       Menurunnya kecemasan klien.
b.      Perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis.
c.       Pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya.
d.      Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.
Adapun teknik-teknik yang dipakai dalam membentuk dan menyelenggarakan proses konseling pada umumnya disebut teknik umum. Sedangkan teknik khusus yaitu teknik-teknik yang diterapkan untuk membina kemampuan tertentu pada diri klien (Prayitno, 1998:28).
Terdapat tujuh langkah proses konseling dan psikoterapi yang dijelaskan dalam Brammer and Shostrom (1982), yaitu:
Tahap 1 : Membangkitkan minat dan membahas perlunya bantuan pada diri klien. Tujuan tahap ini adalah memungkinkan klien mengemukakan masalahnya dan mengetahui sejauh mana klien menyadari perlunya bantuan dan menyiapkan dirinya dalam proses konseling. Strategi yang dapat digunakan: menyambut klien dengan hangat, membantu klien menjelaskan inti masalah yang dialaminya
Tahap 2 : Membina hubungan. Tujuan dari tahap ini adalah membangun suatu hubungan yang ditandai oleh adanya kepercayaan klien atas dasar kejujuran dan keterbukaan. Suksesnya konseling ditentukan oleh: keahlian, kemenarikan dan layak untuk dipercayai.
Tahap 3 : Menetapkan tujuan konseling dan menjelajahhi berbagai alternative yang ada. Tujuan dari tahap ini adalah membahas bersama klien apa yang diinginkannya dalam proses konseling. Klien diajak untuk merumuskan tujuan berkaitan dengan permasalahannya.
Tahap 4 : Bekerja dengan masalah dan tujuan. Tujuan dari tahap ini adalah ditentukan oleh masalah klien, pendekatan dan teori yang digunakan konselor, keinginan klien dan gaya komunikasi yang dibangun oleh keduanya. Beberapa kegiatan dalam tahap ini: klarifikasi sifat dasar masalah dan memilih strategi, proses problem solving, penyelidikan perasaan klien lebih jauh, nilai dan batas pengekspresian perasaan, mengekpresikan perasaan dalam model aktualisasi.
Tahap 5 : Membangkitkan kesadaran klien untuk berubah. Pada tahap kelima ini hal yang penting konselor mulai bekerja dari pembahasan perasaan sampai memiliki kesadaran, hal ini bertujuan untuk membantu klien memperoleh kesadaran yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan mereka selama mengikuti proses konseling.
Tahap 6 : Perencanaan dan kegiatan. Tujuannya adalah membantu klien untuk menempatkan ide-ide dan kesadaran baru yang ditemukan ke dalam tindakan kehidupan sesungguhnya dalam rangka mengaktualisasikan model.
Tahap 7 : Evaluasi hasil dan mengakhiri konseling. Kriteria utama keberhasilan konseling dan indikator kunci mengakhiri proses konseling dan terapi adalah sejauh mana klien mencapai tujuan konseling. Bagi mereka yang berkecimpung dalam profesi menolong orang lain, ada kecenderungan alamiah untuk terlalu terbenam dalam upaya menolong orang. Mereka melaksanakan tugas mereka dengan keyakinan bahwa mereka harus berusaha memecahkan setiap masalah klien dan memberi kepastian hidup bagi orang-orang yang mencari pertolongan mereka.Keyakinan dan sikap ini tidak begitu bermanfaat sebab dapat sangat membebani si penolong. Sikap ini juga meremehkan posisi klien karena ia terpaksa merasa harus ditolong sepenuhnya. Lebih baik berpandangan bahwa orang-orang yang bermasalah tidak butuh mendapatkan "kepastian".Demikian juga tidak selalu bahwa mereka menginginkan masalah-masalah mereka dipecahkan.
Sebagai konselor, kita perlu secara seksama menilai kebutuhan- kebutuhan dan masalah-masalah klien sebelum memutuskan jenis pertolongan yang dibutuhkan. Demikian pula, penting bagi konselor untuk mengetahui apa yang ingin dicapai dalam konseling, dan pendekatan apa yang akan dipergunakan. Kadang-kadang, kita menjanjikan terlalu banyak dan menetapkan sasaran-sasaran yang tidak realistis dan dapat menyesatkan klien atau membuat diri kita sendiri frustasi dalam prosesnya. Kadang-kadang, kita terlalu terpaku pada satu cara yang efektif. Hal seperti ini menyebabkan kita menjadi picik dalam konseling.
Untuk memastikan efektifnya konseling, para konselor harus menyadari bahwa tidak semua orang membutuhkan konseling, dan tidak semua orang melihat manfaat apa pun dari konseling. Orang mungkin saja lebih memilih bentuk pertolongan lain untuk mengatasi masalah-masalah mereka. Kecenderungan wajar bila orang berusaha mencari sumber- sumber dukungan dan pertolongan yang sifatnya alamiah. Di Asia, keluarga biasanya merupakan satu sumber alamiah seperti yang dimaksudkan. Hal ini tetap saja berlaku bahkan seandainya keluarga sudah mengalami perubahan.Teman-teman juga merupakan satu sumber dukungan yang penting.Dalam suasana perkotaan, ikatan keluarga sudah melemah dan sering kali orang lari pada teman-teman mereka untuk mendapatkan pertolongan pada saat-saat stres.Terkadang satu- satunya yang mereka butuhkan pada saat-saat stres seperti ini adalah telinga yang bersedia mendengarkan.Mereka hanya membutuhkan kesempatan untuk menceritakan kesulitan-kesulitan mereka atau mencari dukungan emosional.Untuk orang-orang seperti ini, bergabung dalam sebuah kelompok pendukung atau kelompok beranggotakan orang- orang "yang menolong diri sendiri" sudahlah mencukupi.Konseling mungkin saja tidak dibutuhkan.
Konselor harus memulai pekerjaan mereka dengan kesadaran seperti itu sehingga mereka tidak perlu mati-matian dalam usaha menolong orang lain. Sebaliknya, mereka perlu semakin seksama dalam menilai dan mendekati orang-orang yang mempunyai masalah. Oleh karena itu, tepat untuk mengajukan pertanyaan: Apakah konseling itu dan untuk siapakah konseling itu diberikan? Pada dasarnya, konseling ditawarkan untuk mereka yang memiliki masalah-masalah yang tidak dapat mereka pecahkan atau yang mereka pikir tidak ada jalan keluarnya.Konseling merupakan sejenis pertolongan emosional, psikologis, yang disediakan untuk mereka yang menghadapi situasi-situasi hidup yang agak tidak wajar, dimana mereka mengalami sejumlah besar masalah.Meskipun keluarga, teman- teman atau para pemuka agama maupun masyarakat, bisa benar-benar memberikan pertolongan, tetapi ada saat-saat di mana sumber pertolongan dari luar dibutuhkan. Sumber yang disebutkan terakhir ini menambahkan dan melengkapi apa saja yang sudah diberikan. Dan sumber pertolongan ini diberikan oleh seseorang yang secara khusus terlatih untuk tujuan tersebut. Untuk itu sebelum proses konseling dimulai konselor harus mengetahui bagaimana proses konseling itu akan dilakukan. Penelaahan proses konseling akan memberikan pemahaman tentang unsur-unsur konseling yang efektif, ketrampilan-ketrampilan memadai yang dibutuhkan dan harus diperlihatkan, serta cara-cara melibatkan klien dalam pemecahan masalah.
C. Tahap atau Tindak Lanjut Layanan Bimbingan Konseling
1.      Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak konseli menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan konseli menemukan masalah konseli. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
–          Membangun hubungan konseling yang melibatkan konseli (rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.
–          Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan konseli telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah konseli.
–          Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi konseli, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.
–          Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan konseli, berisi : (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan olehkonselidan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan konseli; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.
2.      Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja. Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
–          Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah konseli lebih dalam.
–          Penjelajahan masalah dimaksudkan agar konseli mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
–          Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama konseli meninjau kembali permasalahan yang dihadapi konseli. Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika : konseli merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap konseli. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun konseli.
3.      Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
–          Konselor bersama konseli membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
–          Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
–          Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera). Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2) perubahan perilaku konseli ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.

D. Kegiatan Pendukung

Untuk menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang telah
dikemukakan di atas, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung Dalam hal ini, terdapat lima jenis kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, yaitu:
Aplikasi Instrumensi
Bertujuan untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang konseli, keterangan tentang lingkungan konseli dan lingkungan yang lebih luas (termasuk didalamnya informasi pendidikan), pada umumnya meliputi:
1)      Kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan.
2)      Kondisi fisik dan psikis konseli.                      
3)      Kemampuan pengenalan lingkungan dan hubungan social.
4)      Tujuan, sikap, kebiasaan dan keterampilan serta kemampuan dalam belajar.
5)      Kondisi keluarga dan lingkungan.
6)      Informasi karier dan pendidikan.
Penyelenggaraan himpunan data
Himpunan data adalah kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup.
Konferensi Kasus
Konferensi kasus adalah kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan konseli. Pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan memiliki pengaruh kuat terhadap konseli dalam rangka pengentasan permasalahan konseli.
Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah konseli. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga untuk mengentaskan permasalahan konseli.
Alih Tangan Kasus
Alih tangan kasus merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami konseli dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten.









Bab III
Penutup

Simpulan
Setelah Tahap inti dari konseling selesai, kita perlu melanjutkan ke tahap akhir. Akan tetapi sebelum memasuki sesi akhir konseling, sangatlah perlu membuat kesimpulan dari proses konseling yang telah dilaksanakan “Apakah konseling sudah dapat di tutup ?”.
Selain itu perlu juga membuat suatu penilaian terhadap hasil dari konseling yang telah dilaksanakan. Penilaian tersebut diberikan oleh konselor terhadap klien tentang keberhasilan dari proses perubahannya tersebut, begitu juga klien memberikan penilaian kepada konselor sebagai masukan terhadap pelaksanaan konseling selanjutnya.
Secara umum,proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu:
Tahap awal (tahap mendefinisikan masalah); Tahap inti (tahap kerja); dan Tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).












Daftar Pustaka

EtiNurhayati, BimbinganKonselingdanPsikoterapiInovatif, PustakaPelajar, Yogyakarta, 2011.
Aswadi, IyadahdanTazkiyahPerspektifBimbinganKonseling Islam, Dakwah Digital Pess, Surabaya, 2009.
LumonggaLubis, Namora,  MemahamiDasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktek, Kencana Media Prenada Group, Jakarta, 2011.
Lesmana, Jeanette Murad, Dasar-DasarKonseling, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2008.
Tohirin, BimbingandanKonseling di Sekolahdan Madrasah, PT Raja GrasindoPersada, Jakarta, 2007
BimoWalgito, BimbingandanKonseling (StudidanKarir), Andi Offset, Yogyakarta, 2005.
http://ewintri.wordpress.com/tag/prosedur-pelaksanaan-layanan-bimbingan-kelompok/ 
http://dedekahamadi.blogspot.com/2012/05/proses-konseling.html
http://puspitamms-phid.blogspot.com/2012/01/fase-fase-dalam-proses-konseling-di.html

http://telenteyan.blogspot.co.id/2012/08/teknik-teknik-dasar-konseling.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar