Bab I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Dalam proses
konseling, empat langkah yang tidak boleh ditinggalkan dan diabaikan (harus
dilakukan) oleh seorang konselor adalah menjalin hubungan dengan konseli,
penilaian terhadap masalah yang terjadi pada konseli (assesmen), pengembangan
instrument/penggunaan tehnik-tehnik konseling dan mengakhiri konseling
(terminasi). Dikatakan bahwa, "Membina hubungan dalam proses konseling
sangatlah penting sebagai langkah awal". Dikatakan juga bahwa,
"Diantara tujuan assesmen adalah memungkinkan konselor membuat diagnosis
yang akurat". Dikatakan juga bahwa, "Sebagai bagian dari assesmen
perlu untuk ditetapkan apa yang akan menjadi sasaran konseling dan sesuai
dengan sasaran tersebut, bagaimana strategi dan terminasinya".
Namun dalam
kenyataannya, proses konseling tidak semulus yang diharapkan sesuai dengan
keinginan konselor dan konseli. Dalam contoh kasus proses konseling yang kurang
berhasil, perlu diadakan rencana tindak lanjut untuk mencapai harapan tersebut.
Dalam makalah
ini kami akan sajikan pembahasan tentang cara mengakhiri konseling, menilai
hasil dan proses konseling.
B. Identifikasi
masalah
1.
Apa yang fungsi dari proses konseling?
2.
Bagaimana
cara menindak lanjuti konseling ?
3.
Bagaimana
cara mengakhiri proses konseling?
C. Rumusan Masalah
1. Penjelasan mengenai fungsi konseling
2. Mengetahui tindak lanjut konseling
3. Dan mengetahui cara mengakhiri
proses konseling
D. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah mengenai waktu
proses konseling berakhir disini ialah untuk mengetahui cara mengakhiri proses
konseling berakhir dengan baik melalui berbagai cara yang ada secara lebih
rinci, dan memahami setiap penbahasannya.
E.
Sistematika Penulisan
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan
E.
Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Fungsi Dari Mengakhiri Konseling
1. Waktu Mengakhiri Konseling
2. Masalah Masalah Dalam Mengakhiri
Konseling
3. Resistensi dalam Mengakhiri
Konseling
4. Mengakhiri Konseling Sebelum Waktunya
5. Masalah Berkaitan Dengan Pengakhiran
Proses Konseling
B. Proses Konseling
1. Tahap-Tahap Konseling
C. Tahap atau Tindak Lanjut Layanan BK
D. Kegiatan Pendukung
BAB
III PENUTUP
A.
Simpulan
Daftar Pustaka
Bab II
Pembahasan
A.
FUNGSI DARI MENGAKHIRI
KONSELING
Penutupan
proses konseling memiliki beberapa fungsi, yaitu:
- menjadi
tanda bahwa proses sudah selesai dan sekaligus menjadi motivator bagi
klien untuk keluar dari masalahnya dan berubah menjadi lebih baik. Kesadaran klien dan konselor bahwa
proses konseling dibatasi waktu dapat membuat mereka harus memanfaatkan
waktu lebih baik dan menjalani proses yang efektif.
- Pengakhiran
proses konseling juga bermakna pemeliharaan perubahan yang sudah dicapai
dan menggeneralisasikan ketrampilan pemecahan masalah yang sudah
diperoleh klien dari proses konseling.
Proses konseling yang berhasil ditandai dengan perubahan yang
signifikan pada bagaimana klien berpikir, perasaannya, dan juga
tindakannya. Apa yang sudah dicapai di konseling harus ditransfer dalam
kehidupan nyata sehari-hari di luar konseling dan mengakhiri konseling
berarti memberi kesempatan kepada klien untuk mempraktekkan apa yang
sudah diperolehnya ke dalam kehidupan nyata.
c. Menjadi
pengingat bahwa klien sudah matang. Ketika berada dalam proses konseling, hidup
klien seolah-olah sedang terganggu dengan masalah-masalah pribadi dan dalam
hubungannya dengan lingkungan sekitarnya. Ketika proses konseling diakhiri,
disamping menawarkan ketrampilan baru dan sudut pandang baru, klien diharapkan juga
menyadari bahwa kini dia punya kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah dan
situasi eksternal yang dia hadapi. Insight dan kemampuan ini disimpannya dalam
ingatan dan sewaktu-waktu dapat digunakan jika dibutuhkan.
1. WAKTU
MENGAKHIRI KONSELING
Tidak ada batasan
tegas kapan konseling harus atau bisa diakhiri, namun beberapa pertanyaan
berikut dapat menjadi panduan kapan proses dapat diakhiri:
- Apakah
klien sudah mencapai tujuan yang ada dalam kontrak dalam aspek kognitif,
afektif, dan perilaku? Jika sudah maka dapat diakhiri.
- Apakah
klien dapat secara konkret menunjukkan kemajuan yang sudah mereka buat
seperti yang mereka inginkan? Dalam situasi ini, kemajuan yang spesifik
dapat menjadi dasar pengambilan keputusan untuk mengakhiri proses.
- Apakah
proses konseling yang berjalan dapat mebantu klien? Jika konselor atau
klien merasa bahwa proses konseling tidak membantu sebaiknya diakhiri.
- Apakah
konteks ketika konseling dimulai berubah? Misalnya, konselor atau klien
pindah tempat tinggal atau sakit yang cukup lama, maka sebaiknya diakhiri
saja prosesnya.
2. MASALAH-MASALAH
DALAM MENGAKHIRI KONSELING
- Mengakhiri
sesi individual
Pada pertemuan
awal harus didefinisikan dengan jelas batas waktu dalam proses konseling. Konseling individual per sesi berkisar antara
45 sampai 50 menit, untuk menyesuaikan kemampuan konsentrasi klien-konselor.
Jika terlalu pendek atau terlalu panjang tidak efektif. Konselor dapat menutup pembicaraan dengan
berbagai cara, mis. dengan pernyataan singkat bahwa waktu sudah habis. Perlu
diperhatikan, menjelang akhir sesi konselor sebaiknya membuat ringkasan apa
yang terjadi selama satu sesi untuk mengantarkan kepada penutupan sesi.
Ringkasan harus singkat, langsung, dan tanpa interpretasi. Bagian penting dalam
menutup sesi konseling individual adalah membuat rencana pertemuan berikutnya,
baik waktu maupun materinya.
- Mengakhiri
hubungan dalam proses konseling
Hubungan
konseling berbeda-beda baik dalam panjangnya maupun tujuannya. Konselor dan klien harus sepakat kapan proses
konseling dapat diakhiri tepat waktu dan sudah cukup membantu. Secara umum,
mereka masing-masing memberi pernyataan verbal tentang kesiapan mengakhiri
proses. Misalnya, klien mengatakan bahwa dia sudah sangat banyak membuat
kemajuan dan terbantu sehingga merasa cukup. Atau konselornya merasa bahwa
untuk masalah klien ini sepertinya bantuannya sudah dirasa cukup. Ada beberapa perilaku yang dapat menjadi
tanda bahwa proses akan diakhiri, misalnya:
menurunnya intensitas dalam proses, lebih banyak humornya, peningkatan
ke mampuan coping yang konsisten,
komitmen verbal untuk waktu yad, dan menurunnya penolakan, penarikan diri,
kemarahan, rasa sedih, atau ketergantungan.
Maholick &
Turner menunjukkan beberapa area spesifik yang harus diperhatikan ketika
memutuskan untuk mengakhiri proses konseling, yaitu:
-
melihat apakah masalah atau gejala awal klien sudah berkurang atau hilang
-
kepastian bahwa tekanan/stress yang menganggu klien sudah berkurang atau belum
-
pengukuran kemampuan coping klien dan tingkat pemahaman diri dan orang lain
-
kepastian apakah klien sudah dapat menjalin hubungan dengan orang lain secara
lebih baik dan dapat mencintai dan dicintai
-
kepastian apakah klien sudah mampu merencanakan dan bekerja secara produktif
-
evaluasi apakah klien dapat lebih menikmati hidup dengan lebih baik
3. RESISTANSI
DALAM MENGAKHIRI KONSELING
Penolakan untuk mengakhiri konseling
mungkin datang dari klien atau konselor, dan biasanya terjadi jika konseling
sudah terjadi cukup lama dan sudah terjalin hubungan yang akrab. Faktor lain
yang memunculkan resistensi: luka karena kehilangan orang yang dicintai,
kesepian, kesedihan mendalam, kebutuhan akan kebahagiaan, & ketakutan akan
penolakan.
Pada klien penolakan untuk mengakhiri konseling dapat
muncul dalam bentuk: 1) minta waktu tambahan tiap sesi; 2) minta pertemuan lagi
meski tujuan sudah tercapai; 3) menyampaikan gejala lain yang berbeda dg
masalah di awal konseling.
Pada
konselor, terdapat 8 kondisi yang mungkin menyulitkan untuk mengakhiri
konseling, yaitu: 1) jika akhir konseling berarti juga putusnya hubungan yang
sudah dekat; 2) jika mengakhiri konseling memunculkan kecemasan konselor akan
kemampuan klien untuk berfungsi secara mandiri; 3) jika konselor cemas bahwa
apa yang sudah dilakukannya belum efektif; 4) jika konselor merasa kurang
professional karena klien pergi dengan kemarahan dan mendadak; 5) jika akhir
konseling menandakan berakhirnya pengalaman belajar konselor tentang sesuatu
yang baru; 6) jika akhir konseling jadi akhir dari pengalaman menyenangkan
bersama klien; 7) jika akhir konseling dilihat sebagai symbol perpisahan dengan
orang lain; dan 8) jika akhir konseling memunculkan konflik2 individunya.
4. MENGAKHIRI
KONSELING SEBELUM WAKTUNYA
Proses konseling dapat dikatakan berakhir sebelum waktunya (premature)
jika tujuan konseling belum tercapai namun klien tidak lagi bersedia
melanjutkan proses. Hal ini dapat diukur dengan melihat jumlah sesi yang
diikuti klien dan seberapa jauh tujuan personal klien dalam konseling sudah
tercapai. Jika jumlah sesi belum sesuai kontrak dan tujuan yang sudah
dicapai belum sesuai dengan target yang ingin dicapai, maka pemutusan proses
konseling dapat dikatakan premature.
Tidak semua
orang yang datang ke konselor siap untuk bekerja dalam proses konseling dan
kesiapan mereka untuk melanjutkan hubungan pun berbeda-beda. Beberapa klien
perlu mengakhiri konseling untuk beberapa tujuan yang tepat, yang tidak terkait
dengan kompetensi dan profesionalitas konselor.
Terdapat banyak variable yang berperan dalam pemutusan proses konseling,
dan konselor hanya dapat mengendalikan sedikit diantaranya. Beberapa hal
berikut dapat digunakan untuk mencegah pemutusan hubungan konseling oleh klien
sebelum waktunya:
v Membuat janji. Semakin teratur dan
pendek jarak pertemuan semakin baik.
v Orientasi
konseling. Semakin klien mengerti tentang tujuan dan proses yang dijalaninya
maka akan semakin baik.
v Konsistensi konselor. Sebaiknya 1 klien
tidak ditangani lebih dari 1 konselor.
v Mengingatkan motivasi klien ke
konselor. Media yang dapat digunakan:
kartu, email, telpon, dll (dengan perjanjian dan ijin klien sebelumnya). Namun untuk
di Indonesia hal ini masih jarang dilakukan konselor.
Kebalikan dari
pemutusan konseling premature (oleh klien), pengakhiran konseling juga dapat
dilakukan oleh konselor. Alasan yang
biasanya muncul: sakit, terjadi counter-transference, pindah tempat tinggal,
perjalanan jauh dan lama, atau konselor merasa bahwa klien lebih baik ditangani
konselor lain dengan beberapa alasan.
Yang perlu diperhatikan, dalam mempersiapkan pengakhiran proses konselor
harus menyampaikan secara terbuka mengapa dia harus mengakhiri konseling,
alasan yang tepat, apa yang akan mereka lakukan setelah itu, dan membiarkan
klien memberi reaksi atas rencana tersebut. Rencana mentransfer ke konselor
lain juga harus atas kesepakatan dengan klien.
5. MASALAH
BERKAITAN DENGAN PENGAKHIRAN PROSES KONSELING
- Follow-up è melihat seberapa jauh klien
menindaklanjuti hasil konseling dalam kehidupannya, yang dilakukan
konselor setelah proses konseling berakhir. Hal ini dapat dilakukan dalam
jangka pendek (3-6 bulan setelah konseling) maupun jangka panjang (setelah lewat 6 bulan).
- Referral
(merujuk klien ke konselor lain)
Konselor tidak
akan dapat membantu semua orang yang datang kepadanya. Jika memang prosesnya tidak produktif, maka
konselor dapat melihat kemungkinan untuk mengakhiri konseling atau merujuk
klien ke konselor yang lain. Beberapa
alasan rujukan dapat dilakukan adalah:
v Masalah klien tidak dikuasai
konselor
v Konselor tidak berpengalaman dalam area
tertentu dan tidak punya ketrampilan untuk membantu klien, misalnya untuk kasus
narkoba
v Konselor tahu ahli lain yang menurut
konselor lebih dapat membantu klien
v Hubungan klien-konselor ‘mentok’ di
awal proses konseling.
B. Proses Konseling
Proses Konseling pada dasarnya
merupakan proses perubahan perilaku individu dalam sistem. Individu dalam
sistem mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui konseling.Tujuan yang ingin
dicapai tersebut yaitu perubahan perilaku pada diri individu, baik dalam bentuk
pandangan, sikap, sifat maupun keterampilan yang lebih memungkinkan individu
dapat menerima, mewujudkan diri, mengembangkan diri, mencegah dan mampu
mengatasi permasalahan secara optimal sebagai wujud dari individu yang memiliki
pribadi mandiri.
Menurut
Brammer (1979) Proses Konseling adalah peristiwa yang tengah berlangsung dan
memberi makna bagi para peserta konseling tersebut (Konselor dan Klien).Berdasarkan
pengertian Proses Konseling dari Brammer, sebenarnya Proses itu sendiri
memiliki banyak definisi diantaranya :
1. Proses memiliki pemahaman yang luas
bahwa setiap aktifitas yang melibatkan perubahan dapat dideskripsikan sebagai
sebuah proses.
2. Proses digunakan pertama kali dalam
literatur riset, yang merujuk kepada serangkaian faktor yang luas, yang mungkin
saja dapat menghadirkan atau menghambat efek terapeutik terhadap klien.
3. Proses sebagian besar ditemukan
dalam perspektif humanistik terapi. Definisi ini menandai proses sebagai
kualitas esensial manusia untuk “ada” dan “menjadi” (being and becoming).
4.
Proses
terkadang digunakan oleh konselor dan psikoterapis, mendeskripsikan cara klien
yang sedang berada dalam terapi untuk memahami atau mengasimilasi pengalaman
sulit dalam hidup mereka.
Sedangkan konseling adalah pemberian bantuan yang dilakukan melalui
wawancara secara face to face oleh seorang ahli (Konselor) kepada
individu (Klien) yang sedang mengalami suatu masalah atau hambatan dalam
perkembangannya dengan tujuan agar individu tersebut dapat mencapai kehidupan
yang lebih baik.
Dari
pengertian kata proses dan konseling tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa
proses konseling adalah suatu aktifitas pemberian
nasihatatauberupaanjuran-anjuran/saran-saran dalam bentuk pembicaraan atau
wawancara antara konselor dan klien dengan beberapa tahapan sesuai dengan
metode metode konseling agar meningkatkan pemahaman yang lebih baik dan jalan
keluar mengenai masalah klien tersebut.
Dalam Proses Konseling terdapat beberapa komponen yang harus
dipandang sebagai suatu sistem.Maksudnya konselor harus berpikir secara
sistemik dalam memperhatikan hubungan komponen-komponen yang terkait dengan
kebutuhan yang dibawa oleh individu dalam konseling (individual ataupun
kelompok), baik yang terfokus pada pengembangan pribadi, pencegahan, dan
pengatasan masalah. Dengan cara demikian memungkinkan konselor bekerja secara
efektif dan efisien dalam membantu siswa melalui layanan konseling.
Kompoen-komponen
yang terkadung dalam konseling sebagai suatu sistem harus dikaji secara khusus
dan mendalam. Melalui pengkajian, konselor akan memperoleh pemahaman terhadap
setiap komponen yang terkandung dalam konseling.
Proses
konseling mengacu kepada konselor dan klien yang bekerjasama atas dasar
beberapa kebutuhan, masalah, dan atas dasar tujuan tertentu, dengan
memanfaatkan program yang telah ditetapkan, norma yang disepakati sarana yang
tersedia, melalui tahap permulaan, tahap kegiatan, dan tahap akhir.Proses
konseling dimonitor dan dievaluasi sejak awal sampai akhir konseling, sehingga
merupakan suatu proses yang berkelanjutan.
Cormier
& Hackey (dalam Gibson & Mitchell, 1995:143) mengidentifikasi empat
tahapan proses konseling yakni membangun hubungan, identifikasi masalah dan
eksplorasi, perencanaan pemecahan masalah, aplikasi solusi dan pengakhiran.
Sedangkan Prayitno (1998:24) menyebutkan bahwa ada lima tahap proses konseling
yakni pengantaran, penjajagan, penafsiran, pembinaan dan penilaian. Soli
Abimanyu dan M. Thayeb Manrihu (1996) mengklasifikasikan konseling perorangan
kepada lima tahap yang diawali dari pengembangan tata formasi dan iklim
hubungan konseling awal, eksplorasi masalah, mempersonalisasi, mengembangkan
inisiatif, mengakhiri dan menilai konseling.
Berdasarkan
pendapat ketiga ahli di atas, terdapat kesamaan pentahapan dalam
konseling.Dapat disimpulkan bahwa proses konseling dilakukan dalam lima tahap
yakni :
a. Tahap
Pengantaran
Membangun hubungan
konseling yang melibatkan klien.Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak
pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan,
kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.Memperjelas dan mendefinisikan
masalah..Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah
melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
b. Penjajagan
dan penafsiran,
Membuat penafsiran dan
perjajagan.Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan
merancang bantuan yang mungkin dilakukan, Menegosiasikan kontrak.
c. Pembinaan.
Menjaga agar hubungan
konseling tetap terpelihara.Hal ini bisa terjadi jika : Klien merasa senang
terlibat dalam pembicaraan atau wawancara konseling, serta menampakKan
kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
Konselor
berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan
dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap
klien.
d. Penilaian.
1) Konselor
bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
2) Menyusun
rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah
terbangun dari proses konseling sebelumnya.
3) Mengevaluasi
jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
4) Membuat
perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir
ditandai beberapa hal, yaitu ;
a. Menurunnya
kecemasan klien.
b. Perubahan
perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis.
c. Pemahaman
baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya.
d. Adanya
rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.
Adapun
teknik-teknik yang dipakai dalam membentuk dan menyelenggarakan proses
konseling pada umumnya disebut teknik umum. Sedangkan teknik khusus yaitu
teknik-teknik yang diterapkan untuk membina kemampuan tertentu pada diri klien (Prayitno,
1998:28).
Terdapat
tujuh langkah proses konseling dan psikoterapi yang dijelaskan dalam Brammer
and Shostrom (1982), yaitu:
Tahap 1 : Membangkitkan minat dan membahas perlunya bantuan pada diri klien. Tujuan tahap ini adalah memungkinkan klien mengemukakan masalahnya dan mengetahui sejauh mana klien menyadari perlunya bantuan dan menyiapkan dirinya dalam proses konseling. Strategi yang dapat digunakan: menyambut klien dengan hangat, membantu klien menjelaskan inti masalah yang dialaminya
Tahap 1 : Membangkitkan minat dan membahas perlunya bantuan pada diri klien. Tujuan tahap ini adalah memungkinkan klien mengemukakan masalahnya dan mengetahui sejauh mana klien menyadari perlunya bantuan dan menyiapkan dirinya dalam proses konseling. Strategi yang dapat digunakan: menyambut klien dengan hangat, membantu klien menjelaskan inti masalah yang dialaminya
Tahap
2 : Membina hubungan.
Tujuan dari tahap ini adalah membangun suatu hubungan yang
ditandai oleh adanya kepercayaan klien atas dasar kejujuran dan keterbukaan.
Suksesnya konseling ditentukan oleh: keahlian, kemenarikan dan layak untuk
dipercayai.
Tahap
3 : Menetapkan tujuan
konseling dan menjelajahhi berbagai alternative yang ada.
Tujuan dari tahap ini adalah membahas bersama klien apa
yang diinginkannya dalam proses konseling. Klien diajak untuk merumuskan tujuan
berkaitan dengan permasalahannya.
Tahap 4 : Bekerja dengan masalah dan tujuan. Tujuan dari tahap ini adalah ditentukan oleh masalah klien, pendekatan dan teori yang digunakan konselor, keinginan klien dan gaya komunikasi yang dibangun oleh keduanya. Beberapa kegiatan dalam tahap ini: klarifikasi sifat dasar masalah dan memilih strategi, proses problem solving, penyelidikan perasaan klien lebih jauh, nilai dan batas pengekspresian perasaan, mengekpresikan perasaan dalam model aktualisasi.
Tahap 5 : Membangkitkan kesadaran klien untuk berubah. Pada tahap kelima ini hal yang penting konselor mulai bekerja dari pembahasan perasaan sampai memiliki kesadaran, hal ini bertujuan untuk membantu klien memperoleh kesadaran yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan mereka selama mengikuti proses konseling.
Tahap 6 : Perencanaan dan kegiatan. Tujuannya adalah membantu klien untuk menempatkan ide-ide dan kesadaran baru yang ditemukan ke dalam tindakan kehidupan sesungguhnya dalam rangka mengaktualisasikan model.
Tahap 4 : Bekerja dengan masalah dan tujuan. Tujuan dari tahap ini adalah ditentukan oleh masalah klien, pendekatan dan teori yang digunakan konselor, keinginan klien dan gaya komunikasi yang dibangun oleh keduanya. Beberapa kegiatan dalam tahap ini: klarifikasi sifat dasar masalah dan memilih strategi, proses problem solving, penyelidikan perasaan klien lebih jauh, nilai dan batas pengekspresian perasaan, mengekpresikan perasaan dalam model aktualisasi.
Tahap 5 : Membangkitkan kesadaran klien untuk berubah. Pada tahap kelima ini hal yang penting konselor mulai bekerja dari pembahasan perasaan sampai memiliki kesadaran, hal ini bertujuan untuk membantu klien memperoleh kesadaran yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan mereka selama mengikuti proses konseling.
Tahap 6 : Perencanaan dan kegiatan. Tujuannya adalah membantu klien untuk menempatkan ide-ide dan kesadaran baru yang ditemukan ke dalam tindakan kehidupan sesungguhnya dalam rangka mengaktualisasikan model.
Tahap
7 : Evaluasi hasil dan
mengakhiri konseling. Kriteria utama
keberhasilan konseling dan indikator kunci mengakhiri proses konseling dan
terapi adalah sejauh mana klien mencapai tujuan konseling. Bagi mereka yang
berkecimpung dalam profesi menolong orang lain, ada kecenderungan alamiah untuk
terlalu terbenam dalam upaya menolong orang. Mereka melaksanakan tugas mereka
dengan keyakinan bahwa mereka harus berusaha memecahkan setiap masalah klien
dan memberi kepastian hidup bagi orang-orang yang mencari pertolongan
mereka.Keyakinan dan sikap ini tidak begitu bermanfaat sebab dapat sangat
membebani si penolong. Sikap ini juga meremehkan posisi klien karena ia
terpaksa merasa harus ditolong sepenuhnya. Lebih baik berpandangan bahwa
orang-orang yang bermasalah tidak butuh mendapatkan
"kepastian".Demikian juga tidak selalu bahwa mereka menginginkan
masalah-masalah mereka dipecahkan.
Sebagai
konselor, kita perlu secara seksama menilai kebutuhan- kebutuhan dan
masalah-masalah klien sebelum memutuskan jenis pertolongan yang dibutuhkan.
Demikian pula, penting bagi konselor untuk mengetahui apa yang ingin dicapai
dalam konseling, dan pendekatan apa yang akan dipergunakan. Kadang-kadang, kita
menjanjikan terlalu banyak dan menetapkan sasaran-sasaran yang tidak realistis
dan dapat menyesatkan klien atau membuat diri kita sendiri frustasi dalam
prosesnya. Kadang-kadang, kita terlalu terpaku pada satu cara yang efektif. Hal
seperti ini menyebabkan kita menjadi picik dalam konseling.
Untuk memastikan efektifnya konseling, para konselor harus menyadari bahwa tidak semua orang membutuhkan konseling, dan tidak semua orang melihat manfaat apa pun dari konseling. Orang mungkin saja lebih memilih bentuk pertolongan lain untuk mengatasi masalah-masalah mereka. Kecenderungan wajar bila orang berusaha mencari sumber- sumber dukungan dan pertolongan yang sifatnya alamiah. Di Asia, keluarga biasanya merupakan satu sumber alamiah seperti yang dimaksudkan. Hal ini tetap saja berlaku bahkan seandainya keluarga sudah mengalami perubahan.Teman-teman juga merupakan satu sumber dukungan yang penting.Dalam suasana perkotaan, ikatan keluarga sudah melemah dan sering kali orang lari pada teman-teman mereka untuk mendapatkan pertolongan pada saat-saat stres.Terkadang satu- satunya yang mereka butuhkan pada saat-saat stres seperti ini adalah telinga yang bersedia mendengarkan.Mereka hanya membutuhkan kesempatan untuk menceritakan kesulitan-kesulitan mereka atau mencari dukungan emosional.Untuk orang-orang seperti ini, bergabung dalam sebuah kelompok pendukung atau kelompok beranggotakan orang- orang "yang menolong diri sendiri" sudahlah mencukupi.Konseling mungkin saja tidak dibutuhkan.
Untuk memastikan efektifnya konseling, para konselor harus menyadari bahwa tidak semua orang membutuhkan konseling, dan tidak semua orang melihat manfaat apa pun dari konseling. Orang mungkin saja lebih memilih bentuk pertolongan lain untuk mengatasi masalah-masalah mereka. Kecenderungan wajar bila orang berusaha mencari sumber- sumber dukungan dan pertolongan yang sifatnya alamiah. Di Asia, keluarga biasanya merupakan satu sumber alamiah seperti yang dimaksudkan. Hal ini tetap saja berlaku bahkan seandainya keluarga sudah mengalami perubahan.Teman-teman juga merupakan satu sumber dukungan yang penting.Dalam suasana perkotaan, ikatan keluarga sudah melemah dan sering kali orang lari pada teman-teman mereka untuk mendapatkan pertolongan pada saat-saat stres.Terkadang satu- satunya yang mereka butuhkan pada saat-saat stres seperti ini adalah telinga yang bersedia mendengarkan.Mereka hanya membutuhkan kesempatan untuk menceritakan kesulitan-kesulitan mereka atau mencari dukungan emosional.Untuk orang-orang seperti ini, bergabung dalam sebuah kelompok pendukung atau kelompok beranggotakan orang- orang "yang menolong diri sendiri" sudahlah mencukupi.Konseling mungkin saja tidak dibutuhkan.
Konselor
harus memulai pekerjaan mereka dengan kesadaran seperti itu sehingga mereka
tidak perlu mati-matian dalam usaha menolong orang lain. Sebaliknya, mereka
perlu semakin seksama dalam menilai dan mendekati orang-orang yang mempunyai
masalah. Oleh karena itu, tepat untuk mengajukan pertanyaan: Apakah konseling
itu dan untuk siapakah konseling itu diberikan? Pada dasarnya, konseling
ditawarkan untuk mereka yang memiliki masalah-masalah yang tidak dapat mereka
pecahkan atau yang mereka pikir tidak ada jalan keluarnya.Konseling merupakan
sejenis pertolongan emosional, psikologis, yang disediakan untuk mereka yang
menghadapi situasi-situasi hidup yang agak tidak wajar, dimana mereka mengalami
sejumlah besar masalah.Meskipun keluarga, teman- teman atau para pemuka agama
maupun masyarakat, bisa benar-benar memberikan pertolongan, tetapi ada
saat-saat di mana sumber pertolongan dari luar dibutuhkan. Sumber yang
disebutkan terakhir ini menambahkan dan melengkapi apa saja yang sudah
diberikan. Dan sumber pertolongan ini diberikan oleh seseorang yang secara
khusus terlatih untuk tujuan tersebut. Untuk itu sebelum proses konseling
dimulai konselor harus mengetahui bagaimana proses konseling itu akan
dilakukan. Penelaahan proses konseling akan memberikan pemahaman tentang
unsur-unsur konseling yang efektif, ketrampilan-ketrampilan memadai yang
dibutuhkan dan harus diperlihatkan, serta cara-cara melibatkan klien dalam
pemecahan masalah.
C.
Tahap atau Tindak Lanjut Layanan Bimbingan Konseling
1. Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak
konseli menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan konseli menemukan
masalah konseli. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya
:
–
Membangun hubungan konseling yang melibatkan konseli (rapport). Kunci keberhasilan
membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan
konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.
–
Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin
dengan baik dan konseli telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat
membantu memperjelas masalah konseli.
–
Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir
kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan
membangkitkan semua potensi konseli, dan menentukan berbagai alternatif yang
sesuai bagi antisipasi masalah.
–
Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan konseli,
berisi : (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan
olehkonselidan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi
tugas antara konselor dan konseli; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses
konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor
dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.
2. Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan
dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap
kerja. Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
–
Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah konseli lebih dalam.
–
Penjelajahan masalah dimaksudkan agar konseli mempunyai perspektif dan
alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
–
Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama konseli
meninjau kembali permasalahan yang dihadapi konseli. Menjaga agar hubungan
konseling tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika : konseli
merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta
menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang
dihadapinya. Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling
yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar –
benar peduli terhadap konseli. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak.
Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak
konselor maupun konseli.
3. Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat
beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
–
Konselor bersama konseli membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
–
Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang
telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
–
Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera). Membuat
perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa
hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2) perubahan perilaku konseli ke
arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru dari klien
tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan
datang dengan program yang jelas.
D. Kegiatan Pendukung
Untuk menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti
yang telah
dikemukakan di atas, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan
pendukung Dalam hal ini, terdapat lima jenis kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling, yaitu:
Aplikasi
Instrumensi
Bertujuan
untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang konseli, keterangan tentang
lingkungan konseli dan lingkungan yang lebih luas (termasuk didalamnya
informasi pendidikan), pada umumnya meliputi:
1)
Kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan.
2)
Kondisi fisik dan psikis konseli.
3)
Kemampuan pengenalan lingkungan dan hubungan social.
4)
Tujuan, sikap, kebiasaan dan keterampilan serta kemampuan dalam belajar.
5)
Kondisi keluarga dan lingkungan.
6)
Informasi karier dan pendidikan.
Penyelenggaraan
himpunan data
Himpunan
data adalah kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan
dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan
secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup.
Konferensi
Kasus
Konferensi
kasus adalah kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu
pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan,
kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan konseli. Pertemuan
konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah
untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan
memiliki pengaruh kuat terhadap konseli dalam rangka pengentasan permasalahan
konseli.
Kunjungan
Rumah
Kunjungan
rumah merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan
komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah
konseli. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk
memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga
untuk mengentaskan permasalahan konseli.
Alih
Tangan Kasus
Alih
tangan kasus merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih
tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami konseli dengan memindahkan
penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru mata
pelajaran atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta
didik dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan
yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten.
Bab III
Penutup
Simpulan
Setelah
Tahap inti dari konseling selesai, kita perlu melanjutkan ke tahap akhir. Akan
tetapi sebelum memasuki sesi akhir konseling, sangatlah perlu membuat
kesimpulan dari proses konseling yang telah dilaksanakan “Apakah konseling
sudah dapat di tutup ?”.
Selain itu
perlu juga membuat suatu penilaian terhadap hasil dari konseling yang telah
dilaksanakan. Penilaian tersebut diberikan oleh konselor terhadap klien tentang
keberhasilan dari proses perubahannya tersebut, begitu juga klien memberikan
penilaian kepada konselor sebagai masukan terhadap pelaksanaan konseling
selanjutnya.
Secara umum,proses konseling terdiri dari tiga tahapan
yaitu:
Tahap awal (tahap mendefinisikan
masalah); Tahap inti (tahap kerja); dan Tahap akhir (tahap perubahan dan
tindakan).
Daftar Pustaka
EtiNurhayati, BimbinganKonselingdanPsikoterapiInovatif, PustakaPelajar,
Yogyakarta, 2011.
Aswadi, IyadahdanTazkiyahPerspektifBimbinganKonseling Islam, Dakwah Digital
Pess, Surabaya, 2009.
LumonggaLubis, Namora, MemahamiDasar-Dasar
Konseling Dalam Teori dan Praktek, Kencana Media Prenada Group, Jakarta,
2011.
Lesmana, Jeanette Murad, Dasar-DasarKonseling, Universitas
Indonesia Press, Jakarta, 2008.
Tohirin, BimbingandanKonseling di Sekolahdan Madrasah, PT Raja
GrasindoPersada, Jakarta, 2007
BimoWalgito, BimbingandanKonseling (StudidanKarir), Andi Offset, Yogyakarta,
2005.
http://ewintri.wordpress.com/tag/prosedur-pelaksanaan-layanan-bimbingan-kelompok/
http://dedekahamadi.blogspot.com/2012/05/proses-konseling.html
http://puspitamms-phid.blogspot.com/2012/01/fase-fase-dalam-proses-konseling-di.html
http://telenteyan.blogspot.co.id/2012/08/teknik-teknik-dasar-konseling.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar